Sebuah Astaga yang Tiada Tara
“Maksud Ibu baik, Nak. Kau tak perlu kerja bersusah, hanya tinggal
dirumah dan memiliki fasilitas mewah”
“Aku dan Laut bisa meraih kemewahan itu bersama-sama. Tidak
bisakah kita hidup dengan apa yang dipunya saja?”
“Kau bicara apa?!”
“Aku bicara keinginanku, Bu. Impiankanku. Ibu boleh saja
mati hari ini, atau satu menit lagi. Tapi jangan libatkan Aku dengan
impian-impian Ibu”
“Anak kurang ajar! Tak tahu berbakti”
“Aku tidak pernah punya pikiran untuk menyakiti Ibu. Menikah
hanya untuk mengangkat derajat finansial keluarga itu cuma ego Ibu yang tidak
pernah tahan hidup susah. Menikah tidak karena keputusan yang tepat akan
membuatku mati, Bu!”
Aku tak habis pikir. Apa lagi yang diinginkan Ibu? Sebagai
orang yang pernah punya segalanya sampai terjerat hutang dimana-mana, Ibu patutnya
sadar bahwa bersyukur adalah juga ritus kehidupan yang harus ditunaikan
manusia. Dua kali gagal dalam mahligai berlandas cinta dan harta, serta ditimpa
kemalangan beruntun lainnya, Ibu tetap egois. Semua pendapatnya adalah
kebenaran mutlak.
Comments
Post a Comment